[OPINI] Program Kampus Merdeka Bisa Meningkatkan Kompetensi Lulusan Perguruan Tinggi (?)

Agung Widhi Kurniawan (ist)

Oleh: Agung Widhi Kurniawan*

Perubahan ekonomi, sosial, dan budaya terus melaju cepat, perguruan tinggi harus cepat tanggap dalam merespons hal tersebut dan melakukan berbagai transformasi pembelajaran untuk membekali dan mempersiapkan lulusan yang unggul, kompeten, berbudaya, dan berkarakter serta mampu menghadapi tantangan zaman. Dalam rangka merespons tantangan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, meluncurkan kebijakan untuk perguruan tinggi yang dikenal dengan Kampus Merdeka. Kampus Merdeka merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar yang bertujuan menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik agar mahasiwa nantinya memiliki kemampuan untuk menguasai beragam keilmuan yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi lulusan (baik soft skills maupun hard skills) yang relevan dengan kebutuhan zaman dan berguna di dunia kerja nantinya.

Apakah Kampus Merdeka bisa meningkatkan kompetensi lulusan perguruan tinggi?

Meningkatkan kompetensi lulusan merupakan tantangan tersendiri dalam program Kampus Merdeka ini, karena untuk mencapai hasil yang maksimal perguruan tinggi harus mempersiapkan fasilitas, sistem administrasi, sumber daya manusia serta merancang kurikulum yang tepat. Penanganan administrasi mahasiswa yang pindah dari satu prodi ke prodi yang lain, dari satu kampus ke kampus yang lain, standart penilaian antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lain harus direncanakan dengan baik.

Visi, misi, dan capaian pembelajaran pada masing-masing prodi sudah ditentukan bahwa mahasiswa mampu menguasai bidang ilmu tertentu dan menjadi profesional pada bidang keilmuan masing-masing. Kelonggaran mahasiswa untuk mengambil Satuan Kredit Semester (SKS) di luar batas studinya akan membuat bimbang arah jalur studi dan kurang mendalami studi yang diambil. Oleh karena itu, meskipun ‘merdeka’ mahasiswa tetap harus diarahkan dalam memilih mata kuliah yang akan mereka tempuh di luar prodinya. Karena jika dibebaskan sebebas-bebasnya, maka kompetensi lulusan akan menjadi lebih generalis, kurang spesifik dengan keilmuannya.

Demikian pula untuk kegiatan magang, mahasiswa harus dibimbing dan berpraktik kerja yang pekerjaannya itu relevan dengan mata kuliah di prodinya. Tantangan dari kegiatan magang ini adalah tidak semua perusahaan atau instansi mau menerima mahasiswa magang lebih dari 2 bulan, penempatan kerja magang tidak sesuai tujuan memperdalam keilmuan/ keterampilan yang diharapkan, dan sebagainya. Kesepahaman dan kesepakatan antara prodi dan perusahaan/ instansi tempat magang harus dilakukan agar mahasiswa magang memperoleh peningkatan kompetensi.

Kegiatan lain yang dapat dipilih pada program Kampus Merdeka adalah asistensi mengajar di satuan pendidikan. Kegiatan ini cocok bagi mahasiswa prodi kependidikan, mereka dapat mengajar sesuai dengan mata kuliah yang mereka dapat di prodinya. Bagi mahasiswa prodi non kependidikan harus diberi tambahan ilmu dan keterampilan mengajar sebelum melaksanakan kegiatan ini. Kegiatan memberi literasi dan numerasi bagi pelajar pun harus direncanakan dengan baik, mempersiapkan materi dan metodenya untuk waktu 12 minggu.

Kegiatan Merdeka Mengajar ini dapat dikonversi ke dalam Satuan Kredit Semester (SKS) sebanyak 12 SKS. Mengkonversi kegiatan ini ke mata kuliah di prodi juga tidak mudah. Kendala yang akan terjadi antara lain : Apakah mahasiswa mampu mengajarkan ilmu yang sesuai dengan mata kuliah yang dikonversikan sementara mahasiswa itu sendiri belum menempuhnya? Ini salah satu tantangan program Mengajar, Kampus Merdeka.

Kebijakan pemerintah yang relatif bagus ini harus didukung dengan perencanaan pelaksanaan yang matang sehingga tujuannya dapat tercapai secara optimal. Kemudian yang terpenting adalah bagaimana perguruan tinggi mencetak lulusan yang memiliki kompetensi unggul (kompetitif), berkepribadian, dan berkarakter.

(*Penulis adalah Dosen Prodi Manajemen FEB UNM)

Comment