Ini Tanggapan Ekonom Soal Rencana Elon Musk Buka Pabrik di Indonesia

Dipublikasikan May 20, 2022 1:13 PM oleh Admin

Jokowi dan Elon Musk

JAKARTA – DAILYMAKASSAR.ID. Analis menyambut positif pernyataan pemerintah yang menyatakan bahwa perusahaan Amerika Serikat Tesla akan berinvestasi dengan membangun pabrik baterai dan mobil listrik di Tanah Air, tetapi mempertanyakan kesiapan Indonesia dalam menjadi tuan rumah perusahaan “Gigafactory” itu.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Tesla Inc. telah setuju untuk berinvestasi di Indonesia dengan membangun pabrik baterai dan kendaraan listrik di Batang, Jawa Tengah, menyusul pertemuan antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan CEO Tesla Elon Musk di AS minggu lalu.

Tanpa menjelaskan detilnya Bahlil mengatakan penandatanganan kerja sama diharapkan dapat dilakukan tahun ini seraya menargetkan pembangunan pabrik dimulai pada awal 2023.

“Tesla, Insya Allah akan masuk ke Indonesia tahun ini,” kata Bahlil di Jakarta, Rabu (18/5), seraya menolak mengatakan nilai investasi perusahaan milik Elon Musk, yang juga merupakan orang terkaya di dunia itu.

Bahlil menjelaskan kenapa Jawa Tengah dipilih sebagai lokasi pembangunan investasi Tesla ini karena memiliki multiplier effect yang bagus.

Tidak hanya Kabupaten Batang, kata Bahlil, kementeriannya juga akan berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Solo yang dipimpin Walikota Gibran Rakabuming Raka – putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

“Karena mereka (Tesla) kasih syarat kalau mau bekerja sama harus menggunakan energi terbarukan. Mereka tidak mau menggunakan bahan bakar fosil atau baru bara,” kata dia.

BenarNews menghubungi kantor pusat Tesla di Austin, Texas, melalui email dan telepon tetapi tidak segera mendapat jawaban.

Dalam perjalanan kembali ke Jakarta dari KTT AS-ASEAN di Washington Jokowi bertemu Musk di fasilitas peluncuran SpaceX-nya di.

Musk memperlihatkan sambutan positifnya atas kunjungan orang nomor satu Indonesia itu.

“Kami akan mencermati dari sudut pandang Tesla dan SpaceX untuk mencoba melakukan beberapa kemitraan di Indonesia,” katanya dalam video yang beredar online setelah pertemuan yang diadakan pada Sabtu, 14 Mei lalu.

BACA JUGA  Bill Gates ke Elon Musk: Banyak Ngomong

“Saya melihat masa depan Indonesia sangat cerah. Kami melihat lebih dekat ke kolaborasi potensial di banyak bidang,”tambah multi-miliarder itu.

Pemerintah telah mengundang Musk untuk datang ke Indonesia November ini, bulan dimana Indonesia akan menjadi tuan rumah KTT G-20.

Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia telah mendekati Tesla beberapa tahun belakangan ini, karena nikel menjadi elemen penting dalam baterai kendaraan listrik.

Jokowi juga telah menargetkan bahwa pada 2025, 20 persen dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia haruslah kendaraan listrik.

Antara mimpi dan kenyataan

Beberapa pakar ekonomi Indonesia memandang proyek investasi Tesla tersebut memberi angin segar bagi perekonomian dan penciptaan lapangan kerja, namun jika kerja sama tersebut tidak didukung oleh soliditas kebijakan pemerintah sendiri dalam mewujudkan proyek besar ini, mimpi tersebut mungkin urung terlaksana.

Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati menilai rencana Elon Musk berinvestasi pada industri baterai dan mobil listrik dalam rangka pengembangan industri hijau adalah “berita baik”.

Namun, kata Ninasapti, kendala yang bisa menghambat rencana investasi ini tidak terlaksana adalah antara lain, kesiapan tim pemerintah untuk membuat kontrak dalam waktu singkat yang menjamin cepatnya realisasi profit maupun benefit bagi Indonesia.

“Kita perlu menunggu realisasi dari Tesla tersebut melalui penandatanganan kontrak kerja sama,” kata Ninasapti kepada BenarNews, Kamis (19/5).

“Yang juga perlu disiapkan pemerintah Indonesia adalah paket insentif seperti apa yang diberikan kepada Tesla?” kata Ninasapti, menambahkan bahwa insentif tersebut, misalnya, berupa keringanan pajak, bea masuk, kuota, tarif, dan lainnya serta bagaimana tentang transfer teknologi dari Tesla kepada BUMN dan perusahaan swasta.

Dia menambahkan juga terkait perijinan usaha dan lahan untuk bisnis tersebut sehingga pemerintah pusat dan daerah perlu mengantisipasi adanya masalah konflik lahan.

Mempertanyakan keseriusan Elon Musk

Peneliti dari Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mempertanyakan keseriusan Elon Must menanamkan modalnya di Indonesia dalam industri baterai dan mobil listrik mengingat Tesla tidak menggunakan bahan baku Nikel dalam memproduksi baterai.

BACA JUGA  Petrokimia Gresik Luncurkan Agro Technology Centre, Pabrik Phonska Cair dan Mobil Uji Coba Tanah Next Generation

“Masalahnya roadmap bisnis Tesla dalam industri baterai tidak menggunakan nikel tapi Lithium Iron Phosphate yang lebih murah,” kata Tauhid kepada BenarNews, Kamis.

Tauhid juga mempertanyakan apakah Tesla berniat memasuki industri mobil listrik kelas menengah di mana sekarang pangsa pasarnya di Indonesia dikuasai oleh perusahaan Korea dan bahkan China.

“Saya kira kalau mau main di Indonesia, Tesla harus berani menurunkan harga. Tapi apa mungkin?” ujarnya, karena Korea sudah bermain pada kisaran harga 500 juta rupiah dan bahkan nanti China akan menjual di bawah harga tersebut.

Tauhid menambahkan bahwa saat ini Tesla melakukan investasi di India dalam memproduksi baterai litium dan menjadikannya negara itu sebagai salah satu pusat (hub) bisnisnya di kawasan Asia yang biaya tenaga kerjanya lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia.

“Kalau memang mau nikel, Tesla harus mengubah plan-nya dari India ke Indonesia,” kata Tauhid.

Insentif tarif dan kesiapan infrastruktur

Pakar Ekonomi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menilai pertimbangan utama Tesla berinvestasi di Indonesia adalah menyangkut tarif impor Indonesia yang lebih menarik dibandingkan dengan India serta ekosistem industri Indonesia lebih kondusif sebagai produsen nikel terbesar dunia.

Yayan memberikan contoh kelebihan Indonesia dibanding India dalam menunjang iklim investasi, seperti infrastruktur energi, transportasi, dan pelabuhan serta sumber daya alam, yaitu nikel.

“Jika kita lihat pada saat ini potensi Industri Tesla sangat besar dan masih berkembang untuk menggeser mode transportasi yang berbahan fosil di tengah isu menurunkan global warming,” kata Yayan kepada BenarNews, Kamis.

Namun, kata Yayan, yang menjadi permasalahan bagi Indonesia pada saat ini adalah kesiapan investasi dan infrastruktur pendukung selain kepastian hukum atau regulasi, termasuk regulasi perdagangan internasional.

Yayan juga menyoroti kendala infrastruktur energi, seperti ketersediaan listrik, dan pelabuhan serta sumber daya manusia dan transformasi teknologi. [Konten Media Partner: benarnews.org]

Comment