Solusi Hadapi Gempa: Bangun Rumah Tahan Gempa

Dipublikasikan October 24, 2021 8:04 AM oleh Admin

Kerusakan besar yang ditimbulkan bencana gempa (int)

Diperlukan upaya mitigasi untuk memperkuat struktur bangunan rumah yang tahan atau ramah gempa menyusul rusaknya ribuan rumah di Bali pasca gempa berkekuatan 4,8 SR pada pekan lalu.

Dailymakassar.id – JAKARTA. Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, mengimbau semua pihak untuk memperkuat struktur bangunan rumah sehingga tidak mudah roboh saat ada guncangan gempa. Seruan itu dilakukan pasca gempa berkekuatan 4,8 skala ritcher menghantam Bali dan merusak 1.987 rumah.

“Dengan rincian 347 rumah rusak berat, 135 rumah rusak sedang, dan 1.415 rumah rusak ringan,” kata Abdul Muhari dalam konferensi pers daring, Jumat (22/10) sore seperti dilansir dari VOA.

Penguatan struktur bangunan, kata Abdul, tidak saja diperlukan pada rumah yang akan dibangun di masa mendatang, tapi juga pada bangunan rumah lainnya yang terlanjur dibangun dengan tidak memperhatikan kaidah bangunan tahan gempa.

“Kami melihat tingkat kerentanan bangunan kita yang tentunya juga akan berdampak pada tingkat kerentanan manusia yang ada di bangunan itu perlu menjadi perhatian dan atensi kita bersama,” ujar Abdul Muhari.

Ia mengakui perlunya upaya untuk mengedukasi masyarakat untuk dapat membangun rumah tahan gempa dengan metode sederhana, berbiaya murah yang dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Mitigasi dengan Rumah Tahan Gempa

Profesor Fauzan dari Pusat Studi Bencana Universitas Andalas, Sumatera Barat, mengatakan penguatan rumah masyarakat agar tahan gempa dapat menggunakan teknologi ferroocement layar atau kawat anyam yang dilapisi semen mortar. Selama bangunan rumah masih tegak pasca gempa, maka bangunan masih bisa diperbaiki dan diperkuat.

Kawat anyam yang di pasaran dijual dengan harga sekitar Rp15 ribu per meter dipakukan ke dinding bata atau batako di sudut dinding, serta di bagian atas dan di bagian bawah dinding kemudian diplester

“Keunggulan kuat, sudah kita uji di meja getar, terus murah, 30 persen lebih murah dibanding kalau kita menggunakan perkuatan yang lain, kebanyakan perkuatan yang lain itu menggunakan besi,” kata Fauzan dalam konferensi pers itu.

Ferrocement juga dapat diterapkan untuk perbaikan dinding rumah yang retak dengan cara plesteran lama di sekitar retakan dikupas kurang lebih 50 centimeter, lalu bagian retak diisi dengan air semen. Setelah celah rapat, kawan anyam dipasang lalu dinding diplester kembali dengan campuran spesi satu semen berbanding tiga pasir.

Analisis BMKG

Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan gempa Agung-Batur dapat menimbulkan kerusakan karena gempa dangkal akibat aktivitas sebar aktif di antara Gunung Agung dan Gunung Batur. Kedalaman gempa hiposenter 10 kilometer, bangunan di bawah standar, serta efek tanah lunak endapan lahar membuat guncangan gempa terasa sangat kuat.

Gempa tersebut terjadi pada 16 Oktober 2021 pukul 16.18 WITA. Guncangan mencakup Karangasem, Bangli, Gianyar, Buleleng, Badung, Denpasar dan Tabanan. Guncangan cukup luas mencapai Banyuwangi di barat dan seluruh Lombok Timur.

Gempa Agung-Batur tidak hanya berdampak kerusakan bangunan rumah tetapi gempa juga memicu dampak ikutan seperti longsoran dan runtuhan batu.

Sebagai upaya mitigasi, masyarakat yang tinggal di pegunungan tengah Bali tidak saja perlu membangun bangunan tahan atau ramah gempa, tetapi juga harus memperhatikan geologi tata lingkungan berbasis risiko gempa. Salah satunya dengan tidak membangun rumah di lereng-lereng bukit terjal yang rawan terjadi longsoran dan runtuhan batu.

Sejarah Gempa di Bali

Dalam catatan BMKG, sejarah gempa di Bali kerap menimbulkan dampak ikutan berupa longsoran yang menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Gempa Bali 22 November 1815 menyebabkan lereng-lereng perbukitan di Bali mengalami longsor dan menelan korban jiwa. Rekahan tanah tersebar di banyak tempat, bahkan ada yang sampai memotong Danau Tamblingan dan menyebabkan banjir besar.

Gempa Bali 21 Januari 1917 sekitar 80 persen dari jumlah korban gempa disebabkan oleh longsoran dengan jumlah 1.500 orang meninggal.

Gempa Seririt 14 Juli 1976 mengakibatkan likuefaksi dan memicu terjadinya banyak rekahan tanah dan longsoran. Rekahan-rekahan tanah dan longsoran tebing dilaporkan terjadi di daerah Pupuan, Tabanan, dan Bukit Geger, Kabupaten Buleleng. Korban meninggal akibat gempa bumi Seririt mencapai 559 orang dengan lebih dari 30 ribu rumah rusak. (*Dm/sumber: Voa)

Comment