Kejahatan Siber Makin Tak Terkendali, 411.000 Malware Terdeteksi Tiap Hari di Indonesia

Dipublikasikan May 25, 2024 11:41 PM oleh Admin

Hacker (ilustrasi)

JAKARTA — Era digital saat ini memiliki tantangan yang cukup besar terutama di sektor hukum dan ekonomi dan keamanan. Diketahui serangan ransomware atau peretasan dengan modus pemerasan terlacak menjadi kejahatan siber dengan jumlah korban yang cukup banyak di Indonesia.

Tahun 2023, 411.000 malware atau perangkat lunak pembobol sistem yang baru juga terdeteksi setiap harinya.

Hal ini dikarenakan serangan ransomware memiliki teknologi yang lebih mutakhir sehingga dianggap lebih efisien karena tidak terlalu mencolok.

Metode ini memungkinkan otomatisasi hanya dengan mengeksploitasi celah pada sistem dan kebocoran kredensial (pasangan username dan password) yang sudah ada sebelumnya.

BACA JUGA  Di Samping Jadi Tempat Judi Online, Telegran Juga Jadi Sarang Para Hacker?

“Di tengah lanskap perkembangan teknologi yang pesat saat ini, Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu negara yang mengalami transformasi pesat,” kata Dony Koesmandarin, Enterprise Group Manager Kaspersky, Selasa (21/5).

“Hal ini membuka peluang baru bagi pelaku industri dan juga penjahat dunia maya,” lanjutnya.

Merujuk data Kaspersky, kejahatan siber menggunakan ransomware kepada pengguna terdeteksi sebanyak 97.226 di Indonesia per Januari hingga Desember pada 2023.

Keadaan ini menjadikan 52 persen dari sistem keamanan siber di Indonesia menjadi lebih sulit menangani serangannya dibandingkan tiga tahun yang lalu.

BACA JUGA  Menkominfo Tanggapi Desakan Mundur Imbas Peretasan PDN

Selain serangan ransomware, Kaspersky juga mendeteksi beberapa serangan lainnya yang menyerang bisnis di Indonesia, diantaranya seperti serangan phishing finansial sebanyak 97.465, serangan insiden lokal sebanyak 16,4 juta, dan serangan RDP (Remote Desktop Protocol) sebanyak 11,7 juta.

Serangan ini bisa berhasil dikarenakan oleh beberapa hal yakni, lanskap ancaman yang berkembang dan berubah dengan cepat.

Selain itu, ada kesenjangan dalam alat dan proses pemantauan keamanan siber, dan ditambah oleh kurangnya keterampilan dari staf keamanan siber untuk mengikuti analisis dan operasi keamanan. (*)

Comment