Editorial: Sabda Pandita Ratu

Dipublikasikan August 20, 2023 11:49 PM oleh Admin

Ilustrasi raja dan pion dalam catur

EDITORIAL, dailymakassar.id – SETELAH Presiden Jokowi menyoroti buruknya kondisi polusi udara di Jabodetabek dan di Indonesia umumnya dalam rapat kabinet, para menteri pun ‘jumpalitan’ membahasnya.

Bahkan infomasi terbaru, kebijakan work from home (WFH) bakal diterapkan di seluruh kementerian.

Barangkali memang diperlukan seorang Jokowi yang berbicara, barulah para pejabat membuka telinganya lebar-lebar.

BACA JUGA  Editorial: Andi Iwan Aras, Kader Partai yang Layu Sebelum Berkembang

Padahal, sejak setahun lalu, organisasi lingkungan seperti Walhi dan Greenpeace sudah berteriak. Demikian juga badan PBB WHO juga mulai memberi perhatian.

Namun, untuk kasus Indonesia, barangkali memang diperlukan ‘sabda’ seorang presiden untuk menggerakkan mesin birokrasi.

Dalam takaran tertentu, agaknya kesimpulan yang dikatakan penulis antropologi terkenal asal AS Clifford Geertz memang punya kadar kebenaran. Budaya Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh relasi patronase.

Di sini, ‘Sabda Pandita Ratu‘ merupakan jaminan berjalannya sebuah kebijakan. Bukan sistem bekerjanya birokrasi yang terencana dan melalui mekanis desain yang impersonal seperti yang ditulis panjang lebar oleh Max Weber.

BACA JUGA  Editorial: Kotak Kosong Atau Otak Kosong

Dalam konteks ini, bila kita berbicara tentang demokrasi di Indonesia, memang mau tak mau harus meletakkannya dalam pisau bedah analisa khusus. Bukan memakai metodologi ilmiah yang diajarkan di bangku bangku kuliah dengan pendekatan sosiologi kultural politik ala Weber atau George H. Mead.

Jadi, memang “Sabda Pandita Ratu” masih sangat kental di Republik yang sudah berusia 78 tahun ini. (Redaksi)

Comment