Romantika Pers: Dari Romawi Melintas ke Indonesia

Romantika Pers: Dari Romawi Melintas ke Indonesia



Dailymakassar.id – Makassar. Kalau merujuk pada KBBI, pers diartikan sebagai usaha percetakan dan penerbitan. Tapi dalam arti yang lebih luas, pers mencakup semua media penyampai berita—mulai dari surat kabar, majalah, radio, televisi, film, sampai media online.

Sesungguhnya, pers bukan sekedar alat untuk menyebarkan informasi, melainkan juga cermin peradaban, penggerak perubahan, pembentuk opini, dan penjaga nurani masyarakat.

Sejarah pers sendiri sudah dimulai sejak ribuan tahun lalu. Di Romawi, sekitar tahun 59 SM, dikenal Acta Diurna, papan pengumuman berisi hukum dan kabar publik yang ditempel di tempat ramai.

Sementara di Tiongkok pada masa Dinasti Han abad ke-2 M, muncul Tipao, semacam buletin resmi untuk para pejabat istana. Lompatan besar terjadi pada abad ke-15 ketika Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak di Jerman.

Penemuan ini membuat penyebaran informasi jadi lebih cepat, murah, dan luas, hingga akhirnya melahirkan surat kabar modern di berbagai negara.

Di Indonesia sendiri, pers awalnya hadir lewat surat kabar berbahasa Belanda untuk kepentingan kolonial, misalnya Bataviasche Nouvelles yang terbit pada 1744.

Namun, peran penting pers baru terasa ketika Tirto Adhi Soerjo (Bapak Pers Nasional) menerbitkan Medan Prijaji pada 1907.

Lewat koran inilah suara pribumi mulai bangkit, tidak sekadar memberitakan, tapi juga memperjuangkan hak dan harga diri bangsa.

Dari situlah pers menjadi senjata perlawanan terhadap penjajah, hingga akhirnya ikut mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan.

Comment