Editorial: Relawan 

Bunda Teresa

“Kisah para relawan adalah lambang perjuangan menembus batas fisik dan takdir kemanusiaan untuk berbagi cinta dan menebar kepedulian” (Bunda Teresa)

BERBICARA tentang relawan, tidak bisa terlepas  dari sebuah momentum pergerakan yang lahir dari sebuah panggilan hati. Dan sebuah komunitas relawan yang berangkat dari panggilan hati, pasti memiliki dampak lain dengan kerja yang hanya mengatasanamakan kerelawanan. Salah satunya adalah resonansi yang ditebarkannya juga jauh menelusup hingga ke hati. 

Pada titik nilai inilah relawan lahir. Mereka hadir dengan sebuah kepedulian, cinta dan keinginan tulus demi kemaslahatan rakyat banyak.

Jelang momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, kembali bertumbuh berbagai gerakan yang mengatasnamakan diri relawan. 

Hal ini memang menjadi fenomena lumrah setiap jelang pemilihan umum di negeri ini. Apalagi dalam watak iklim politik kita, gerakan kerumunan (massa) adalah sebuah pesan unjuk kekuatan yang ingin diperlihatkan dalam setiap kompetisi.

Sejatinya, relawan adalah individu-individu yang merelakan diri untuk berkumpul karena panggilan hati atau kesamaan visi dalam memperjuangkan sesuatu. Dalam sejarahnya, kaum relawan ini lahir dari rahim kepedulian nasib manusia. Kekuatan gerakannya berada di jantung semangat ketulusan. 

Organisasi-organisasi relawan seperti palang merah internasional atau green peace adalah contoh bagaimana watak relawan dalam bingkai aslinya.

Dalam jagat politik Indonesia, fenomena relawan baru bertumbuh pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Berbeda dengan organisasi politik sebelumnya, relawan politik merupakan sebuah antitesa dari diaklektika politik tanah air. Mereka lahir dari percampuran antara semangat baru memandang masa depan dengan sikap antipati dengan partai politik yang dinilai sangat berorientasi transaksional.

Gerakan relawan politik di Indonesia pada mulanya adalah gerakan kelas menengah terpelajar yang memiliki basis pemahaman politik mutakhir. Gerakannya pun diawali di cafe, ruang-ruang publik dan jaringan kelompok diskusi. Kelompok relawan ini benar-benar murni dari bawah serta sangat berwatak independen, cair dan penuh dinamika. Mereka bergerak dengan hati dan ideologi. Semacam ‘patriotisme’ yang rela mengorbankan harta bahkan nyawa untuk sebuah nilai.

Lalu bagaimana dengan relawan yang ujug-ujug menjamur di musim pemilihan umum? “Mari bertanya pada rumput yang bergoyang” -mengutip satu bait lagu Ebiet G  Ade. (Redaksi)