EDITORIAL — ADA yang berbeda di bulan ini, di bulan Agustus ini. Setidaknya, suasana terasa lebih guyub dan sedikit menggetarkan. Di mana-mana, dari jalan raya, perkantoran, pemukiman kota hingga di pelosok desa, kibaran bendera Merah Putih menderu di langit. Ingar-binar kegembiraan anak-anak melakukan lomba dan berbagai pembenahan gapura di mulut-mulut gang.
Bulan ini, memang bangsa Indonesia kembali memasuki tahap perjalanan kelahirannya. Di usia yang ke 79 tahun, bangsa Indonesia kembali mencoba meneguhkan masa lalu yang penuh gemuruh itu. Ketika untuk pertama kalinya pekik kemerdekaan membahana dan kibaran Merah Putih menyeruak langit tanpa dihinggapi rasa was-was lagi.
Memang ada demikian banyak kisah heroik sekaligus tragik mengiringi perjalanan bangsa ini. Sebuah bangsa yang terus ditempa oleh kerasnya berbagai peristiwa yang bisa saja membuyar dan memecah pertalian kebangsaan. Namun dia masih berdiri kokoh. Mungkin penuh bekas luka, tapi tetap menjejakkan kaki di bumi.
Pada akhirnya, nasib bangsa ini memang bukan ditentukan oleh segelintir orang. Namun dia adalah sejenis sikap rasa memiliki. Sikap nasionalisme yang timbul dari endapan batin rakyat. Rakyat yang masih menaruh harapan. Masih melekatkan hati pada kepercayaan bahwa suatu saat kemerdekaan, kesejahteraan dan kemakmuran menghampiri hidup mereka.
Dan harapan itu jangan sampai hilang. Karena di sanalah bangsa ini tetap ada dan meneguhkan dirinya. (Redaksi)